Dalam perjalanan karir organisasi yang aku lalui, ada beberapa hal yang membuatku lebih berpengetahuan dan berpengalaman.
Beberapa hal tersebut seperti
belajar berinteraksi, mengenal lebih banyak teman, belajar mengatur waktu,
hingga menemukan sosok individu yang inspiratif.
Dari beberapa yang ku dapat dari
organisasi, ada satu hal yang sampai saat ini masih menjadi tanda tanya bagiku:
Pemimpin.
Saat aku mengenal banyak teman di
organisasi, tak ada perbedaan ketika aku berteman dengan yang ikut organisasi
atau teman yang introvert, semuanya bisa diajak gila bersama.
Saat aku mengatur waktu di
organisasi maupun di luar organisasi, yang ku tahu semua waktu berdampak
langsung pada produktivitas diriku. Dan di dalam maupun di luar organisasi, aku
telah menemukan sosok inspiratif itu.
Tapi, aku benar-benar belum
memahami, siapa atau apa pemimpin itu? Berulang kali definisi yang kudapat dari
berbagai sumber belum mampu mengimplementasikannya.
Untuk mengetahui tentang
pemimpin, aku mencoba menguraikan kembali perjalanan meniti kehidupanku bersama
organisasi yang ku ikuti yang di dalamnya terdapat sosok yang mereka sebut
Pemimpin.
Bagian 1
Masa putih abu-abu adalah saat
aku pertama kali belajar organisasi. Dalam pencarian pertamaku ini aku melihat
ada sosok yang begitu menarik perhatianku. Dia begitu aktif, antusias,
progesif, dan penuh semangat.
Dengan sederet kemampuannya itu
tak khayal jika dia terpilih menjadi pemimpin organisasi intra sekolah, dan aku
menjadi salah satu anggota di dalamnya.
Di tengah perjalannya memimpin,
sedikit dan pelan tapi pasti aku mulai merasakan ada keanehan. Entah mengapa
keanehan itu muncul dari mereka yang tak pernah kusangka akan memunculkan
keanehan ini.
Mereka adalah anggota dari
pemimpin tersebut. Akupun mulai mencari kenapa mereka melakukan hal tersebut
pada sang pemimpin.
Setelah beberapa kali berbincang,
aku mulai tahu kenapa mereka mempermasalahkan sang pemimpin.
“Dia (pemimpin) selalu mengambil
keputusan tanpa sepengetahuan dan tanpa keterlibatan kita (anggota)”.
Begitulah kata para anggota. Meski
terdengar subjektif, tapi kalimat itu jelas terdengar dari para anggota. Awalnya
aku meragukan kalimat itu, tapi semakin lama, sebagai anggota akupun mulai
merasakan keanehan tersebut.
Hal yang dipermasalahkan adalah
para anggota merasa tak terlibat dalam pengambilan keputusan. Hingga setiap
kegiatan ataupun kebijakan yang diambil pemimpin, tiba-tiba berjalan dan
anggota hanya seakan sebagai penonton.
Aku masih belum menemukan
Pemimpin.
Bagian 2
Ada yang unik dari angkatanku.
Jika masa putih abu-abu hanya bisa sekali mencalonkan jadi pemimpin organisasi
intra sekolah, berbeda dengan angkatanku. Aku mengalami masa 2 periode sebagai
anggota inti dengan pemimpin dalam satu angkatan.
Dalam perjalananku berikutnya,
aku menemukan sosok pemimpin yang sebelum diangkat menjadi pemimpin, aku sudah
mengenalnya sebagai teman. Bersama saat di sekolah, bahkan bersama saat bolos
sekolah.
Saat dia memimpin, aku merasakan
banyak kejutan. Awalnya aku bertanya-tanya, darimana kejutan itu berasal? Siapa
yang membuat kejutan itu? Dan apakah kejutan itu dari temanku?
Pertanyaan-pertanyaan tentang
kejutan itu bermunculan di kepalaku sambil aku terus berusaha mencari
jawabannya.
Ketika aku bertanya pada
teman-teman, mereka juga tidak mengetahui siapa kreator kejutan itu. Hingga
pada akhirnya, ketika diadakan pertemuan internal organisasi, dan aku menjadi
bagian dalam pertemuan tersebut, aku mulai menemukan jawaban dari kejutan itu.
Ternyata, kejutan tentang program
kerja yang kreatif itu, kejutan tentang logo kolaborasi itu, kejutan tentang
kerjasama antar organisasi itu, hingga kejutan tentang multitasking itu datang
dari seorang yang selama ini bersamaku. Yups, dia adalah teman yang saat ini
menjadi Pemimpin dalam organisasi yang ku ikuti.
“Apakah ini Pemimpin yang
sesunggungnya?”
Pada awalnya aku merasa senang,
nyaman, dan semangat dengan Pemimpin ini. Semua yang dibutuhkan dalam
organisasi serasa terpenuhi.
Hingga akupun hanya membutuhkan
langkah untuk yang penting ada di lokasi, entah saat kumpul, rapat, atau ada
acara lainnya. Semua sudah terhandle oleh sang Pemimpin.
Akan tetapi, karena seringnya
terbiasa bersama dia saat sebagai Pemimpin maupun saat menjadi teman, aku
dibuatnya terkejut dengan pengakuan yang dia berikan. Sentuhan multitasking
yang dia berikan ternyata ada celah yang menurutku ini sebuah bumerang.
Pemimpin itu bercerita tentang
waktu yang sepenuhnya dia berikan untuk organisasi dan hanya memberikan sisa
waktu yang sedikit untuk dirinya sendiri.
Aku juga menangkap ada kesan
keraguannya terhadap kinerja para anggota, dalam hal ini akupun juga sadar
dengan keterbatasan kemampuanku sebagai anggota.
Karena itulah dia sebagai
Pemimpin memutuskan untuk menghandle semua tugas dalam organisasi yang dia
pimpin menjadi satu tugas baginya yang saya sebut multitasking.
Melihat dari kenyataan tersebut,
akupun sadar bahwa Pemimpin masuh belum sepenuhnya aku temukan.
Bagian 3
Perjalananku berikutnya
mempertemukanku dengan Pemimpin yang membuatku takjub dengan cara memimpinnya.
Pemimpin ini mengingatkanku pada Pemimpin Bagian 2 dengan metode multitasking
yang dia terapkan.
Akan tetapi, ini sungguh di luar
dugaan. Ada semacam energi yang begitu besar melebihi Pemimpin Bagian 2 .
Padahal, aku lihat tugas yang dia kerjakan juga lebih banyak dari Pemimpin
sebelumnya yang aku temui.
Pemimpin ini aku temukan tepat
saat aku diterima sebagai mahasiswa baru. Dan tidak sulit pula menemukan Pemimpin
ini, karena sebelumnya dia pernah dating ke sekolahanku serta kebetulan dia
juga berasal dari kota yang sama denganku.
Melihat multitasking yang dia
terapkan dan energi yang begitu besar yang dia miliki, akupun penasaran dan
ingin mengetahui lebih dalam tentang sosoknya.
Siapa tahu ini adalah momen
dimana aku telah menemukan jawaban tentang pencarianku terhadap Pemimpin.
Kejadian ini terjadi ketika aku
memasuki semester awal di masa perkuliahan. Aku yang memang juga senang
berorganisasi, hanya menemukan sedikit kesulitan untuk masuk ke dalam anggota.
Seleksi, menyelesaikan syarat dan
sedikit “tantangan”, dan aku rasa itu hal yang wajar bagi maba seperti agar
bisa masuk ke organisasi sekelas eksekutif mahasiswa. Terdengar wow bukan?
Selama berorganisasi dengan
Pemimpin ini, aku selalu mengamatinya.
Caranya memimpin saat di beskem,
caranya memimpin saat rapat, sikapnya dengan anggotanya termasuk dengan maba
sepertiku, hingga aksinya terjun langsung dalam pekerjaan serabutan yang
menurutku seharusnya dilakukan para anggota di bidang serabutan itu khususnya
maba sepertiku yang memang saat itu masih berada pada posisi magang.
Dan inilah yang membuatku merasa
takjub dengan Pemimpin ini. Aku yang sebelumnya merasa bahwa Pemimpin Bagian 2
melakukan kesalahan dengan menerapkan teknik multitasking, tapi entah kenapa
Pemimpin Bagian 3 ini meskipun juga menerapkan teknik multitasking, dia tidak
terlihat kehabisan energi.
Padahal sejauh pengamatan yang
aku lakukan, pekerjaannya sangat berat. Misalnya saat proker acara seminar.
Sang Pemimpin membuat konsep acara, membuat jadwal rapat, menjapri semua
anggota, memasang spanduk acara, hingga pernah aku melihatnya naik ke dinding
panggung acara demi terpasangnya backdrop. Sunggung luar biasa.
Sampai pada suatu ketika Sang
Wakil Pemimpin memberikan wejangan kepada kita para magang. Mungkin saking
empatinya dengan yang kita para magang rasakan, Wakil Pemimpin memberikan
semacam wejangan agar tidak sepenuhnya mengikuti Pemimpin.
Dalam hal ini melihat tenaga kita
yang terlihat kewalahan mengikuti Pemimpin luar biasa itu. Akupun sedikit
mengiyakan. Karena terkadang di posisi ini aku telah berulang kali
mengesampingkan kata prioritas dan ironinya kewajiban tak lagi menjadi wajib
ketika sudah berorganisasi.
Akupun menyimpulkan. Bagiku
mungkin ini adalah Pemimpin terbaik yang pernah kutemui. Dengan tenaga yang
luar biasa, aku belajar langsung mengenai berbagai hal dalam berorganisasi.
Tapi di sisi lain, apakah aku bisa menerapkannya dalam diriku ketika aku menjadi
Pemimpin?
Aku kira, malamku akan menjadi
ladang keluh kesah menyarakan rasa capek jiwa raga jika aku menerapkan metode
Pemimpin Bagian 3 .
Bagian 4
Ini adalah pengalaman dalam
berorganisasi yang paling bingung bagiku. Bagaimana tidak? Dari pertama kali
memperoleh surat pemberitahuan hingga satu semester berikutnya aku hanya sekali
melihatnya memimpin dalam organisasi. Selebihnya aku hanya bertemu saat di luar
organisasi sebagai yang bukan Pemimpin.
Melihat perjalananku dalam
berorganisasi, seharusnya aku memiliki ekspektasi terhadap Pemimpin Bagian 4
ini. Rencanaku akan melakukan ini, program kerjaku yang harusnya begitu,
kolaborasi yang selayaknya dengan si itu, dan serenteng visi yang seharusnya
tertulis dalam tindakan harus terkurung selama dalam waktu yang belum
ditentukan.
Menurut kalian, apa yang harus aku lakukan?
Kesimpulan
Berdasarkan perjalanan kecilku
dalam berorganisasi, aku menyimpulkan bahwa Pemimpin itu makhluk yang unik. Ada
karakter yang menaunginya. Layaknya sebuah rumah yang pasti dibutuhkan untuk
setiap benda di dalamnya, Pemimpin adalah rumah bagi para anggotanya.
Dari mulai Rumah yang begitu
megah dan kokoh, hingga Rumah yang mengalami kebocoran pada atapnya, retak pada
dindingnya, bahkan terasa dingin karena udara malam yang menerobos masuk melalui
dinding yang berlubang, keberadaan Rumah masih tetap di butuhkan bagi semua
yang ada di dalamnya.
Akupun menyadari, sebagai
individu yang menjadi bagian yang berada di dalam rumah tersebut, aku harus
siap menerima segala kemungkinan yang terjadi pada Rumah.
Entah atap yang bocor, lantai
yang dingin, dinding yang tertembus angin, atau berada pada Rumah yang paling
megah sekalipun, aku pasti merasakan langsung dari Rumah.
Lantas, apakah aku akan tetap menjadi yang ada di dalam Rumah?
Atau aku harus keluar Rumah dan berusaha mejadi Rumah?