Edukratifnews.com/Inspirasi - Kreatifitas, inovasi dan ketekunan adalah modal utama bagi pengusaha. Demikian prinsip yang dipegang Effendi (37), pengusaha industri tekstil yang jatuh bangun merintis usahanya.
Pemuda dari Desa Medono ini merintis usahanya dari tahun 2007. Ia telah mencoba berbagai usaha mulai dari konveksi, membuka konter, toko alat tulis kantor (ATK), toko sandal, penjual tahu, bahkan es carica. Namun usaha konveksi tetap ia jalani meski pada saat itu sepi pembeli.
“Kan saya seneng eksperimen usaha, kalo konveksi ini sejak awal, kita eksis, bikin konveksi, saya bikin usaha lagi, bikin konter, konter tutup, bikin studio foto digital, studio foto digital tutup, bikin buka toko sandal, tutup lagi, buka toko alat tulis, tutup lagi, saya bikin sayur, saya pengepul sayur itu, masukan gerobak-gerobak itu, tutup lagi, bangkrut, tapi paling eksis ini, saya merasa passion saya di dunia tekstil”, ujar Effendi Kamis (18/11)
Akhirnya ia memutuskan menekuni industri tekstil kecil-kecilan. Bermula memiliki 3 karyawan sampai sekarang sudah memiliki sekitar 30 karyawan yang tersebar di Kecamatan Kaliwiro (12 karyawan) dan Kecamatan Wadaslintang.
“Dari 2007 dulu pertama ada 3, sekarang semuanya 30 an lah, disini ada 12, yang di wadas lintang sana ada 18 an, bukan cabang, kita line, karena disini kan nggak muat, kita bikin line di wadas lintang", jelasnya.
Effendi memberdayakan masyarakat sekitar. Bahkan hampir 50% warga di Desa Lancar Kecamatan Wadaslintang adalah penjahit.
"Karena pekerjanya orang sana semua sistemnya begitu, disana ada tiga line, tiga line itu tiga grup lah, karena pemberdayaan penjahit satu kampung di desa lancar itu kan, satu kampung hampir 50% penjahit, kita ambil penagih kerja dari sana tapi kita bikin line disana orangnya ga kesini, kita taruh disana, disana ada 18 an, berarti kurang lebih semua 30 penjahit lah”, tambahnya.
Dalam menjalankan usahanya ia pernah mengalami bangkrut berkali-kali, sampai di tahun 2014 ia merasa di titik terendah. Modalnya terkuras habis untuk urusan politik.
“ Saya itu titik terendah itu 2014 dah titik terburuk, korban politik, bukan korban politik, investasi politik. Saya pernah nyaleg dulu”, ujar Effendi Rabu (17/11)
Namun semua itu tidak membuatnya menyerah begitu saja. Effendi membanting stir kesana kemari sampai pada akhirnya di tahun 2018 menjadi awal kebangkitannya. Keuletan dan kenyamanan dari diri sendiri dalam bekerja yang menjadi kunci kesuksesannya. Usaha konveksinya mulai ramai kembali, orderan membludak dan tawaran kerjasama semakin banyak. Omset perbulan bahkan bisa mencapai 250 juta.
“2018 baru mulai bangun lagi, klo itu murni, Tuhan yang menggerakkan, bisa dikatakan bukan ikhtiar saya, saya waktu itu ikhtiarnya hanya bersyukur dan ikhlas, saya mau jadi apa nggak peduli, malu saja saya sudah nggak punya malu, mobil sudah tak jual semua, nah mulai dari 0 itu kan luar biasa, gengsinya dulu tinggi, jadi harus injak dulu gengsinya, saya mikul tahu itu sudah ga malu saya, di pinggir itu jalan sudah ga malu, sudah nyaman, nah kenyamanan ternyata diciptakan diri sendiri, jadi apapun kalo bersyukur nyaman ternyata, saya mikul tahu yang dulunya kemana-mana pakai mobil, pakai motor, sekarang jualan tahu, nyaman.
Oh berarti ini yang bikin nyaman itu diri sendiri, nah di situ mulai order kaos masuk lagi. saya mulai lagi, karena memang konveksi saya masih, tapi dulu sepi, hamper ga terawatt, nah jalan lagi jalan lagi, mulai 2018 awal saya bikin brand KAOSABA, saya bikin kantor di Wonosobo saya beranikan diri, 2019 pandemi kan, justru pandemi ini awal kebangkitan saya”, pungkasnya.
Kontributor: Dyah Nur Rahmawati/1803106073/KKN RDR 77 UIN Walisongo
Tim redaksi: Edukratif News