Oleh: Hafizah Mughni/1804046056/KKN RDR-77 UIN WALISONGO
Seringkali ditemui beberapa peristiwa yang terjadi di masyarakat pada beberapa tahun terakhir ini mengenai putus cinta. Seperti di Sulawesi Utara, remaja yang berusia 20 tahun melakukan aksi bunuh diri dengan gantung diri dan diduga mengalami depresi karena putus cinta (Okenews 17/05/21). Ditemukan pula kasus serupa, remaja berumur 17 tahun di Semarang, telah tewas gantung diri dirumahnya dan diduga sambil video call WA dengan pacarnya (TribunJateng, 01/06/21). Dan masih banyak lagi peristiwa mengerikan lainnya akibat dari putus cinta yang berdampak pada kondisi kesehatan mental dari setiap remaja yang tidak kuat menahan perasaan dan berujung kepada kematian.
Cinta adalah sesuatu perasaan yang natural yang dialami setiap orang kepada orang lain. Perasaan yang dimana terdapat rasa suka, merasa memiliki, memenuhi, dan pengertian yang dalam hal ini sama sekali tidak bisa dipaksakan oleh siapapun. Dua individu yang mempunyai rasa cinta membuat sebuah keterikatan dalam hubungan untuk mengikat rasa sukanya agar bertujuan mendatangkan kebahagiaan. Akan tetapi, hubungan yang dijalani tersebut pastinya tidaklah selalu dalam keadaan baik-baik saja. Tentunya berbagai permasalahan yang berdatangan dari yang ringan maupun berat dan hal itu dapat memutuskan cinta yang terjalin lamanya. Kejadian putusnya hubungan cinta atau biasa disebut dengan putus cinta.
Reaksi ketika mengalami putus cinta tersebut yaitu individu merasa sedih, kecewa, marah, menyesal, dan putus asa. Seseorang yang masih merasakan rasa cinta kepada pasangannya dan kemudian putus cinta memperlihatkan rasa kehilangan terutama pada saat pertama kali putus cinta, akan tetapi bagi sebagian orang lainnya menganggap kejadian putus cinta ini merupakan suatu pengalaman berharga dan sebagai suatu proses menuju kedewasaan dalam kehidupan.
Perasaan cinta, hubungan pacaran, dan berujung kepada putus cinta sangat identik dengan kehidupan masa remaja. Pada masa remaja ketika sedang jatuh cinta, merasa bahwa dunia milik berdua; merasa dicintai, dihargai, dihormati, berbagi dan bahkan rela berkorban untuk pasangannya. Sebaliknya saat putus cinta, remaja menganggap bahwa dunia akan runtuh dan menjadi orang yang paling menderita di dunia ini. Dalam fenomena yang dirasakan oleh remaja ini sesuai pada ciri-ciri dan tugas perkembangan masa remaja yaitu adanya rasa tertarik terhadap lawan jenis. Disamping itu, pikiran dan perasaan seseorang yang belum dewasa dalam menjalin hubungan memang tidak stabil dan terkadang dapat menimbulkan stress ketika dihadapkan pada suatu persoalan. Pada remaja ketika mereka gagal untuk menjalin hubungan akhirnya mereka putus asa dan marah karena tidak mendapatkan apa yang mereka inginkan.
Mereka masih belum bisa mengerti mengapa hal itu dapat terjadi karena adanya rasa sedih dan belum mencapai tahap dewasa dalam pola pikir dan hal ini tak dipungkiri bisa membuat depresi. Seseorang yang putus cinta merasa sedih, lesu, sakit hati, tidak ada minat, gangguan tidur, hilang nafsu makan, merasa tidak berguna, rasa bersalah, sulit untuk berkonsentrasi, sulit mengambil keputusan, mempunyai pandangan masa depan yang suram, dan sikap pesimistik.
Munculnya pubertas ditandai dengan masa remaja, dan dalam hal ini para remaja sering menganggap bahwa sebuah cinta sebagai bentuk peranan penting dalam hidupnya. Kebanyakan remaja berlarut-larut dalam kesedihan, stress, dan tidak bahagia. Kemudian bahagia mempunyai peranan penting bagi setiap individu. Karena membuat individu merasa mampu menjalani hidup dengan rasa optimis dan juga pikiran yang lebih positif sehingga dirasa mampu membuat sesuatu keputusan yang lebih baik. Salah satu faktor yang mempengaruhi kebahagiaan yaitu agama, karena dalam keyakinan agama seseorang dapat menjadi landasan utama untuk memperoleh kebahagiaan.
Seseorang yang mempunyai religiusitas akan merasa lebih bahagia dan puas kepada kehidupannya daripada seseorang yang tidak religius, karena agama memberi kebahagiaan yang bermakna dalam menentukan tujuan hidup manusia. Ketika kehidupan selalu dalam agama yang baik dan benar ditandai dengan adanya suatu perasaan yang muncul seperti rasa mengerti, memahami, dan taat kepada Tuhan dalam menjalankan ajaran agama yang baik tanpa terpengaruh oleh kondisi apapun. Individu yang taat beragama dapat menempatkan dirinya dan mengendalikan diri agar tidak berbuat hal yang bertentangan dengan ajaran agamanya. Sehingga hal-hal mengenai putus cinta hanya sekedar hubungan saja yang tidak berefek pada jiwa maupun mental seseorang.
Tim redaksi: Edukrattif News