Dalam rangka menelusuri kiprah Walisongo dalam perkembangan Islam di Indonesia, Mahasiswa Kuliah Kerja Nyata Reguler Dari Rumah (KKN-RDR) ke 77 dari UIN Walisongo Semarang mengadakan dialog dengan budayawan.
Yusuf Amin Nugroho atau akrab dipanggil Yusuf ini adalah seorang budayawan sekaligus dosen Universitas Sains Al-Qur'an (UNSIQ) Wonosobo. Ia mengatakan bahwa keberadaan Walisongo bukanlah dongeng atau cerita fiktif belaka. Walisongo nyata adanya dan terdapat banyak bukti baik literatur maupun artefak yang menjadi jejak Walisongo dalam meyebarkan Islam di Nusantara khususnya wilayah Jawa. Wawancara tersebut berlangsung di kediamannya, jalan Mlipak, Mlipak, Kecamatan Wonosobo, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah Jumat (05/11).
“Walisongo itu bukan sekedar dongeng fiktif, tetapi nyata dengan banyak bukti literatur dan artefak yang membuktikan keberadaannya dalam sejarah perkembangan Islam di Nusantara khususnya wilayah Jawa”, ujarnya.
Nama Walisongo itu sendiri ada yang menyebutkan wali yang sudah mencapai derajat sembilan dan bukan wali yang berjumlah sembilan. Ada juga yang mengatakan bahwa songo sama dengan sono atau dalam bahasa Jawa bermakna singgasana.
“Ada yang mengatakan walisongo ini bukan wali yang berjumlah sembilan, akan tetapi adalah wali yang sudah mencapai derajat kesembilan. Ada juga yang berbependapat bahwa songo itu sono atau dalam bahasa Jawa berarti singgasana, yakni bermakna tempat”, tuturnya.
Uniknya, para wali ini lebih popular dengan nama tempat mereka berdakwah dan bukan nama mereka masing-masing.
"Salah satu keistimewaan walisongo ini adalah mereka tidak mau membesarkan nama mereka sendiri, tetapi yang diambil adalah nama daerahnya masing-masing, ada Sunan Kudus, Sunan Muria, Sunan Ampel, dan lain sebagainya", ungkapnya
Walisongo menyebarkan Islam di Nusantara melalui berbagai jalur, seperti pernikahan, perdagangan, dan politik. Menurutnya, metode paling berperan dalam penyebaran tersebut adalah jalur politik.
“Ada berbagai metode dakwah yang dimiliki walisongo, mulai dari pernikahan, perdagangan dan lain sebagainya. Namun ada satu yang sangat menjadikan Islam ini tersebar luas di Nusantara yakni melalui jalur politik. Peran Walisongo sungguh luar biasa”, ungkapnya.
Para wali tersebut menggandeng raja diraja saat itu, mereka menyasar kewenangan politik dalam bentuk kebijakan-kebijakan penguasa agar sejalan dengan misi mereka. Jalur politik ini dianggap strategis dalam perkembangan Islam di Nusantara karena saat itu Indonesia masih terdiri dari banyak kerajaan.
“Mereka berusaha merangkul para raja atau penguasa saat itu, maka dari itu kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh penguasa saat itu sejalan dengan misi yang diinginkan oleh para wali. Jalur politik ini menjadi jalur yang sangat strategis dan signifikan dalam perkembangan sejarah Islam di Nusantara ini”, tuturnya.
Penyebaran agama Islam yang dilakukan Walisongo dilakukan secara damai tanpa pertumpahan darah. Mereka merangkul budaya setempat, tidak langsung melibas agama Hindu yang sudah ada sejak zaman nenek moyang pada saat itu. Kearifan lokal ini disuntikan nilai-nilai keislaman seperti halnya wayang dalam dakwah Sunan Kalijaga.
“Salah satu catatan penting yang harus diingat bahwa penyebaran Islam di Nusantara khususnya Jawa tidak ada cecer darah setitikpun yang, karena Islam bisa merangkul ajaran yang asli ada sebelumnya. Ada salah satu cara yang tidak pernah diduga oleh masyarakat kala itu, seolah-olah mereka menerima Islam tidak secara langsung merasakan apa yang sedang dilakukan. Seperti contoh ketika Sunan Kalijaga menjadikan seni wayang dalam dakwah Islamnya, ada campur tangan budaya dalam perkembangan sejarah Islam di Nusantara”, tandasnya.
Yusuf berharap generasi sekarang tidak hanya hafal nama-nama Walisongo saja, namun dapat mengambil pelajaran dari dakwah yang mereka lakukan.
"Jangan sampai kita hanya mengenal nama-nama Walisongo saja, akan tetapi kita harus bisa mengambil ibrah atau pelajaran dari perjuangan dakwah Islam para Walisongo di Nusantara ini", pungkasnya.
Adapun anggota kelompok 69 KKN RDR-77 UIN Walisongo Semarang adalah:
1. Faizul Futhona Ulinnuha (1804046050) (TP/FUHUM)
2. Adha Nafi’atur Rofiah (1804046069) (TP/FUHUM)
3. Taurina Widya Wulandari (1804046067) (TP/FUHUM)
4. Dyah Nur Rahmawati (1803106073) (PIAUD/FITK)
5. Hafizah Mughni (1804046056) (TP/FUHUM)
6. Astry Risqi Widiani (1808076054) (PK/FST)
7. Muhammad Rifqi Shofiyulloh (1803016142) (PAI/FITK)
8. Muhammad Ainun Nafi’ (1803016112) (PAI/FITK)
9. Septina Munashiha (1804046042) (TP/FUHUM)
10. Achmad Afifuddin Lutfi (1804046051) (TP/FUHUM)
11. Afina Istifadah (1804046065) (TP/FUHUM)
12. Riekie Nazila Putri (1804046062) (TP/FUHUM)
13. Asrobul Anam (1804046061) (TP/FUHUM)
14. M. Safri Maulidani (1801026131) (KPI/FDK)
15. Putri Ristiawati (1802036024) (HES/FSH)
Tim redaksi: Edukratif News (shof/ad)