Konser Berkedok Selawatan, Hiburan atau Ibadah

kali dibaca

 



Entah kenapa di zaman modern ini tampaknya apapun bisa diubah menjadi hiburan, termasuk kegiatan selawatan. Bukannya dilakukan dengan khusyuk dan disertai rasa hormat, selawatan kini justru banyak yang berubah menjadi pertunjukan lampu sorot, operasi sound system canggih, dan penonton yang bersorak-sorak. Apakah ini yang dinamakan inovasi? Menyatukan ruang spiritualisme dengan hiburan dalam satu paket.


Selawatan dalam pengertian sebenarnya adalah bentuk pujian serta penghormatan kepada Nabi Muhammad S.A.W. yang awalnya kegiatan ini bertujuan untuk melatih diri ke rasa ikhlas beribadah. Namun apa yang terjadi jika selawatan ini berubah bak konser dengan segala kegemerlapannya? Bayangkan saja, hadroh yang seharusnya menenangkan jiwa, kini diiringi dengan gemerlap lampu dan panggung mewah.


Tentu saja ini sebuah cara baru untuk menarik minat generasi muda yang lebih menyukai hiburan daripada beribadah. Tetapi? Ya, seperti halnya kata pepatah air dan minyak yang mengalir di atas daun, saling bertolak belakang, susah bersatu.


Selawatan yang tren sekarang lebih mirip penampilan festival musik. Ini menunjukkan perubahan orientasi bahwa kegiatan ibadah malah berubah menjadi tren pergaulan. Kehadiran para pejabat serta tokoh publik figur penting di barisan VIP, juga menambah value acara ini. mereka datang dengan senyum yang lebar, berfoto ria, lantas mengunggahnya di media sosial seakan-akan mereka peduli.


Padahal yang perlu dipertanyakan, apakah mereka benar-benar peduli dengan esensi selawatan atau hanya mencari sorotan publik? Ah, mungkin saja bagi para pejabat tersebut yang terpenting adalah tampilan luar. Tentu saja yang paling penting itu masyarakat suka dan mau mendukung mereka untuk terus menjabat.


Perlu juga diperhatikan selain hal itu bahwa para penonton, datang dengan penuh semangat. Berjoget-joget ria, bahkan tidak sedikit yang sampai hilang kesadaran, mereka juga mungkin lebih menikmati suasana konser daripada memaknai selawat. Ironisnya ketika ada orang yang meningkatkan tentang kesucian ibadah justru dianggap nyeleneh, paling parah tentu saja ketika asal sebut dicap "Wahabi".


Lebih parahnya orang-orang yang mendaku bahwa tahu esensi dari selawatan adalah rasa hormat, khusyuk, cinta kepada Kanjeng Nabi namun justru tenggelam sangat dalam menikmati suasana selawat seperti konser. Ketika fokus tersebut mulai beralih yaitu lebih penting kemasan daripada isi, mungkin saja keberkahan dari selawat itu sendiri akan berubah statusnya.


Jadi mari pikir-pikir lagi, apakah konser berbahasa Arab berkedok selawat ini benar-benar mendekatkan kita kepada nilai-nilai religius atau hanya cara baru untuk mengemas hiburan melalui nuansa religi? Mungkin sudah saatnya kita merenungkan kembali, sudahkah selama ini melalui selawat kita benar-benar secara khusyuk memuji Kanjeng Nabi penuh ketulusan. Mari sama-sama kembali pada nilai-nilai dasar dan menjadikan selawatan sebagai bentuk ibadah murni, bukan sekedar kegiatan hiburan berkedok nilai religius.



Penulis: Azki Faishal Mufid (Pemimpin Umum Lembaga Pers Siswa At-tatsqif 2024)


Editor: Resza Mustafa

Tulis Komentar

Previous Post Next Post